Siarnusantara.id – Dari lembah hijau yang terhimpit pegunungan Jayawijaya hingga pesisir panjang Teluk Cenderawasih, Papua dan Papua Barat menyimpan bentang alam yang indah sekaligus penuh tantangan. Topografi curam, hutan lebat, serta keter- isolasian banyak wilayah membuat PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Papua dan Papua Barat selalu menghadirkan cerita berbeda.
Namun, dengan komitmen yang kuat, PLN berfokus pada pemerataan rasio elek- trifikasi, peningkatan jumlah pelanggan, dan percepatan transisi menuju energi berkelan- jutan. “Bagi kami, listrik di Papua bukan sekadar soal angka, tapi simbol keadilan energi. Tantangannya besar, tapi target harus tetap kami kejar,” ujar Diksi Erfani Umar, General Manager PLN UIW Papua dan Papua Barat kepada Siar Nusantara.
Dia mengungkap data, hingga Agustus 2025, rasio elektrifikasi di Papua mencapai 97,59%, sementara rasio desa berlistrik sudah menembus 99,40%. Namun, jika ditarik ke angka khusus kon- tribusi PLN, capaian rasio elektrifikasi masih berada di level 66,57%, dengan rasio desa berlistrik baru 42,10%. Artinya, dari total 7.361 desa di seluruh Tanah Papua, masih ada 44 desa yang belum menikmati listrik. Dua ibu kota kabupaten pun masih gelap, yakni Puncak dan Puncak Jaya.
“Kami sudah melewati banyak loncatan sejak 2020, ketika ada tujuh ibu kota kabu- paten yang belum berlistrik. Kini tinggal dua. Itu capaian signifikan, tapi sekaligus tantangan besar untuk diselesaikan segera,” ungkapnya.
Untuk tahun 2025, PLN UIW Papua dan Papua Barat menargetkan penambahan 47.319 pelanggan baru. Dari sisi penjualan listrik, pertumbuhan dipatok 7% dibanding 2024, atau setara 2.307 GWh.
Sementara itu, 2026 diproyeksikan men- jadi tahun percepatan pemantapan. Fokus di- arahkan pada dua hal. Pertama, mengurangi ketergantungan pada energi fosil melalui pembangkit hijau. Kedua, menutup gap elektrifikasi di wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). “Kalau 2025 adalah tahun menambah pelanggan, maka 2026 kami targetkan se- bagai tahun peningkatan kualitas layanan, termasuk keandalan pasokan,” jelasnya.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya mendapat akses listrik, tapi juga listrik yang stabil,” tegasnya.
Kondisi geografis Papua yang menantang nyali membuat elektrifikasi bukan sekadar proyek. Ia adalah pertarungan melawan alam dan waktu. Namun, PLN tidak tinggal diam. Di tengah tantangan ini, inovasi menyala pembangkit listrik tenaga surya hibrida yang seolah dirancang untuk menaklukkan Papua. Ringkas, mudah dipasang, dan mampu diangkut helikopter ke desa-desa terpencil, SuperSUN menghidupkan lampu 24 jam sehari di tempat-tempat yang tak pernah bermimpi tentang jaringan listrik konvensional.
“Ini sebuah terobosan. Alat ini memungk- inkan desa yang tak bisa dijangkau jaringan distribusi tetap bisa terang,” ujarnya.
Di wilayah lain, seperti Supiori yang kaya aliran air, PLN membangun Pembangkit Lis- trik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), memanfaat- kan deru sungai untuk menghasilkan listrik. Sementara di PLTU Holtekamp, mereka bereksperimen dengan cofiring biomassa, mengubah limbah kayu hanyut dan sumber daya hutan menjadi energi. “Kami memanfaatkan apa yang Papua berikan,” ujarnya.
Bagi PLN UIW Papua dan Papua Barat, listrik di Papua bukan sekadar soal angka, tapi simbol keadilan energi. Tantangannya besar, tapi target harus tetap dikejar. “Sungai, hutan, bahkan ranting yang ter- bawa arus semua bisa jadi bahan bakar masa depan,” tegasnya.
Di lain sisi, tak hanya geografis, persoalan sosial juga kerap muncul. Mulai dari proses perizinan, pembebasan lahan, hingga resis- tensi masyarakat. “Kami belajar bahwa listrik tidak bisa hanya datang dari PLN. Harus ada dialog, pendekatan persuasif. Begitu masyarakat memahami manfaatnya resistensi itu perla- han hilang,” kata Erfani.
Namun, Erfani tidak menutup mata terh- adap faktor biaya. “Biaya investasi di Papua selalu lebih tinggi dibanding wilayah lain,” ungkapnya. “Keadilan energi tidak bisa diukur semata dengan rupiah. Papua juga berhak terang,” tegasnya.
Dengan semua tantangan yang meng- hadang, baginya, Papua justru bisa menjadi contoh nasional dalam transisi energi. “Membangun PLTU besar di pedalaman Papua tidak realistis. Tapi membangun PLTS skala kecil atau mikrohidro, justru sangat cocok,” ujarnya.
“Papua punya potensi energi terbarukan melimpah, inilah yang harus kita optimalkan,” tambahnya. Langkah ini sekaligus mendukung misi Net Zero Emissions 2060. “Papua punya peluang menjadi etalase energi hijau Indonesia. Kalau kami bisa, be- rarti yang lain juga bisa,” pungkasnya.














