siarnusantara.id – Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi segera disahkan. “Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung,” ujar Prabowo dalam pidatonya saat menghadiri acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Kepala Negara menegaskan, tidak boleh ada kompromi terhadap para koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya. “Enak aja, udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” kata Prabowo, yang langsung disambut teriakan antusias dari massa buruh, “Setuju!” Mendapat dukungan Prabowo, akankah UU Perampasan Aset bakal disahkan? Sebab kenyataannya, sejak 2008, pembahasan RUU Perampasan Aset mandek di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Bahkan, sudah dua era pemerintahan berakhir, yakni Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), UU Perampasan Aset juga belum berhasil disahkan.
Berikut perjalanan RUU Perampasan Aset yang telah mengalami berbagai tantangan dan hambatan sejak pertama kali diusulkan hingga diupayakan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 di DPR RI: 2008: Usulan Pertama dari PPATK Perjalanan RUU Perampasan Aset dimulai pada tahun 2008, ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai mengkaji kebutuhan perundang-undangan terkait perampasan aset dari hasil tindak pidana. Kajian ini dilatarbelakangi oleh upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya di Indonesia yang membutuhkan instrumen hukum yang lebih efektif.
2012: Pengajuan ke DPR
Setelah melakukan kajian selama beberapa tahun, pada tahun 2012, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana resmi diajukan ke DPR RI untuk dimasukkan dalam legislasi nasional. Meski demikian, pembahasan RUU ini tidak langsung berjalan mulus dan harus menghadapi berbagai kendala politik dan hukum.
2014-2023: Mandek di DPR
Selama bertahun-tahun, RUU ini mengalami berbagai penundaan. Meskipun sudah diajukan pada 2012, RUU Perampasan Aset tidak kunjung dibahas serius oleh DPR RI. Di beberapa kesempatan, pembahasan RUU ini sempat muncul dalam diskusi, namun tidak ada kejelasan kapan akan dibahas atau disahkan. Situasi ini diperburuk dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan anggota DPR mengenai urgensi dan substansi RUU tersebut.
Pada 29 Maret 2023, RUU Perampasan Aset sempat disingung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), yang saat itu masih dijabat Mahfud MD. Dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Mahfud meminta Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul untuk mendukung pengesahan baleid itu. Sebab, RUU tersebut dinilai akan mempermudah pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Menanggapi permintaan itu, sejumlah anggota Komisi III DPR mendesak pemerintah untuk mengirimkan surat presiden (surpres), naskah akademik, dan draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana agar bisa dibahas di Badan Legislatif (Baleg). Hingga akhirnya, pada 4 Mei 2023, pemerintah mengirim surat presiden terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR RI. Namun, hingga rapat paripurna terakhir DPR RI pada 30 September 2024, pembahasan RUU itu belum pernah dilakukan.
Agustus 2024: Desakan Presiden Jokowi
Pada 27 Agustus 2024, Presiden Jokowi pun buka suara terkait RUU Perampasan Aset. Dia menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset. Hal itu menanggapi aksi DPR RI yang cepat membatalkan revisi Undang-Undang Pilkada setelah mendapat kritik dari masyarakat. Jokowi berharap respons serupa dapat diterapkan pada masalah lainnya, termasuk RUU Perampasan Aset. “Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak. Misalnya, seperti RUU Perampasan Aset,” ujar Jokowi dalam keterangannya dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden pada 27 Agustus 2024. Jokowi juga menyebut bahwa RUU Perampasan Aset penting untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Oktober 2024: Diskusi di Baleg DPR
Pada 28 Oktober 2024, Baleg DPR RI mengadakan rapat untuk membahas evaluasi Prolegnas dan usulan RUU untuk periode 2025-2029. Dalam rapat tersebut, RUU Perampasan Aset tidak ada di dalam daftar RUU usulan DPR yang masuk ke Prolegnas. Sebab, tidak dibacakan dalam rapat yang membahas evaluasi periode sebelumnya dan usulan Prolegnas 2025-2029. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset belum dimasukkan dalam daftar Prolegnas prioritas, meskipun RUU tersebut telah diajukan oleh pemerintah. Doli menyebut bahwa RUU ini membutuhkan waktu lebih banyak untuk kajian terkait kecocokannya dengan sistem hukum dan politik di Indonesia. “Jangan sekarang disimpulkan bahwa DPR menolak RUU Perampasan Aset, atau menerima Perampasan Aset. Kita ini lagi konsolidasi, sedang mencari tahu mana undang-undang yang perlu,” jelas Doli saat itu.
November 2024: Masuk Prolegnas jangka menengah 2025-2029
Hingga akhirnya, dalam rapat Baleg bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada 18 November 2024, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengonfirmasi hal tersebut. “Kita sudah masukkan dia di dalam prolegnas jangka menengah 2025-2029,” kata Doli, Senin. Doli menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset tidak masuk ke dalam prolegnas prioritas karena membutuhkan waktu lebih untuk dikaji dari berbagai sisi. Dia mencontohkan, RUU itu harus dibahas kecocokannya dengan sistem hukum dan politik di Indonesia. Meskipun kini telah dimasukkan dalam Prolegnas 2025-2029, RUU ini masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah ketidakpastian tentang kapan dan bagaimana pembahasan lebih lanjut dapat dilakukan.
April 2025: Diupayakan Masuk Prolegnas
Sudah masuk dalam Prolegnas jangka menengah, RUU Perampasan Aset tetap diupayakan masuk dalam prolegnas 2025. “Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia dan juga teman-teman pers, saya yakin ini akan sesegera mungkin kita ajukan dalam revisi Prolegnas yang akan datang,” ujar Menteri Hukum Supratman di kantornya, Jakarta pada 15 April 2025. Menurut Supratman, pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR. Namun, pembahasannya sangat berkaitan erat dengan kekuatan politik. “Karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR. Nah, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik,” katanya Supratman pun mengatakan, komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR RI.